Oleh: KH. Abu Hasan Mubarok, Gr. S.SI. M.Pd
Ketua Umum MUI Penajam Paser Utara
Umat Islam patut bergembira dengan lahirnya UU No. 33 tahun
2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH), alasan mendasar yang bisa disebutkan
adalah bahwa dengan lahirnya undang-undang ini, umat Islam menjadi lebih
terjamin akan transparansi asal muasal dan kepastian halal suatu produk.
Lahirnya UU JPH ini merupakan usaha keras semua eleman
bangsa, terutama Majelis Ulama Indonesia (MUI) yagn telah merawat perjalanan panjang
kehalalan produk di Indonesia.
Namun demikian, Dr. Mastuki, M.Ag pernah mengatakan bahwa
dalam implementasi UU JPH ini setidaknya ada enam isu sentral yang harus
dipahami Bersama, keenam isu tersebut adalah:
Pertama, kewajiban bersertifikat halal bagi UMKM dengan
skema self declare dan Badan Pelaksana Jaminan Produk Halal (BPJPH) sebagai
penentu standarnya.
Kedua, keberadaan auditor halal oleh Lembaga Penjamin Halal
(LPH). Keberadaan auditor halal harus memiliki standarisasi dan sertifikat
kompetensi yagn dilaksanakan oleh BPJPH.
Ketiga, kewenangan MUI dalam hal penetapan suatu produk
halal. Harapannya adalah bahwa kewenangan ini bisa dilakukan oleh MUI di semua
tingkatan, dari pusat sampai daerah.
Keempat, pendirian LPH yang harus diakui keprofesionalannya
dan terakreditasi.
Kelima, waktu pengurusan sertifikasi halal yang harus mempertimbangkan
aspek efektifitas dan standar jaminan produk halal (SJPH)
Keenam adalah tentang pembiayaan jaminan produk halal.