Kisah Wabishah bin Ma’bad dalam Menentukan Pilihan
Oleh: Abu Hasan Mubarok. Gr. S.SI. M.Pd
Ketua MUI Kab. Penajam Paser Utara
Menjelang pemilihan umum pada 14
Februari 2024 ini masih banyak pihak yang menanyakan tentang siapa calon
pemimpin yang akan mereka pilih. Iklim demokrasi mengharuskan kita sebagai
individu diharuskan untuk menentukan pilihan, melalui mekanisme coblosan di
bilik-bilik Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Tidak sedikit sekali orang yang
menentukan pilihan dengan tuntunan agama, meskipun ada pula yang memilih dengan
metode pura-pura. Pura-pura tidak tahu kalau di dalam agamanya sudah ada
instrument untuk menentukan suatu pilihan. Bagaimanapun motivasinya, memilih
dalam iklim demokrasi adalah sesuatu yang bersifat rahasia, hak masing-masing
individu dan pilihan.
Rahasia dikarenakan setiap orang
memiliki hak dalam menentukan pendapat. Sementara disebut pilihan, karena
banyaknya kontestan atau kandidat yang nantinya akan dipilih di bilik-bilik
suara. Keputusan mereka dalam menentukan siapa pemimpinnya, akan mengantarkan
para kanditat yagn terpilih untuk duduk dan berposisi sebagai pemimpin selama
lima tahun ke depan.
Di dalam ajaran agama Islam,
sungguh banyak mekanisme dan metode dalam pengambilan keputusan ini. Di
antaranya, mekanisme musyawarah, sholat istikhoroh, riyadhah ruhiyah, ittiba’
(mengikuti dengan syarat), taqlid (mengikuti tanpa syarat), dan juga dibuka
opsi menentukan dengan jalur kebathinan mandiri.
Istilah jalur kebathinan mandiri
sebetulnya hanya untuk membahasakan tentang suatu proses berfikir,
mempertimbangkan beberapa variable dan fakta-fakta, harapan dan terbukanya opsi
pilihan (ihtiyar), yang kesemuanya itu kemudian disaring melalui alat yang
bernama akal, dan kemudian diserahkan kepada hati untuk diputuskan.
Sebetulnya, metode ini sering
sekali dipakai oleh setiap Muslim dalam rangka menentukan pilihan mereka.
Meskipun, terkadang tidak setiap keputusan lahir dari jalur metodologis langit
seperti ini.
Dalam dunia thariqat, para
salik (penempuh jalur Allah) menjadikan sholat istikharah sebagai bagian ritual
yagn wajib dijaga. Mengapa demikian, hal ini dikarenakan, setiap hari setiap
orang pasti akan dihadapkan pada berbagai macam pilihan dan diharuskan
memberikan keputusan cepat dan tepat.
Lantas, bagaimana kita sebagai
seorang Muslim melangkah dan menentukan Keputusan dalam rangka ikut
berpartisipasi dalam pesta demokrasi Februari 2024 ini. Karena keputusan itu
adalah Amanah, dan setiap Amanah akan dimintakan pertanggungjawabannya.
Ada kisah menarik dari seorang
sahabat yang oleh sahabat lain dikategorikan “orang tak layak”. Namanya adalah
Wabishah bin Ma’bad.
Penuturan dari Ayub bin Abdullah
bin Mikraz, bahwa Washilah bin Ma’bad merupakan orang yagn suka bergaul dengan
orang-orang miskin, bahkan dikatakan bahwa mereka adalah saudara-saudaraku di
zaman Rasulullah saw ini. Ibnu Munduh sendiri mengatakan bahwa Wabishah ini
adalah seorang yagn banyak menangis, sehingga tak ada lagi air di matanya.
Antara sahabat dengan Rasulullah
saw ada perbedaan dalam menilai sosok Wabishah bin Ma’bad ini. Sementara para
sahabat yang lain memberikan penilaian bahwa Wabishah ini orang yang tidak
layak bersama Rasulullah saw, bahkan dalam level mendekat saja. Namun
penglihatan Rasulullah saw tidak lah demikian, justru orang-orang yang selama
ini lebih banyak waktu Bersama orang-oragn miskin, selalu bersedih dan
menangis, justru mereka adalah orang-orang yagn memiliki keistimewaan di hati
Rasulullah saw.
Suatu Ketika Wabishah bin Ma’bad
RA ini ingin sekali mengerti tentang konsep kebaikan dan keburukan. Hingga
beberapa hari dan kesempatan selalu ingin bertanya langsung kepada Rasulullah
saw. Namun tidak pernah kesampaian maksud dan tujuannya. Hingga akhirnya,
kesempatan itu tiba. Kisah ini disebutkan di dalam kitab Hilyatul Aulia sebuah
hadits yang diriwayatkan dari Abu Bakar bin Khalad, dari al Haritsh bin Abi
Usamah, dan Yazid bin Harun, dari Hamad bin Salamah, dari Zubair bin
Abdissalam, dari Ayub bin Abdillah bin Mikr, dari Wabishah bin Ma’bad berkata:
(Ketika) saya mendatangi Rasulullah saw dengan maksud dan harapan saya
menapatkan informasi tentang konsep kebaikan dan dosa secara utuh. Ketika
hendak bergerak mendekati Rasulullah saw, para sahabat menghardik, “Enyahlah
kau Wabishah dari Rasulullah saw”. Lalu Rasulullah saw berkata, “tinggalkan
dia, dan suruh mendekat kepadaku, karena dia (Wabishah) termasuk orang yang
saya kasihi, suruh dia mendekat kesini”. Lalu Rasulullah saw berkata, “sini
mari mendekat wahai Wabishah”. Lalu saya pun (Wabishah) mendekat sampai
dengkulku bersentuhan dengan dengkul beliau. Rasulullah saw pun bertanyak,
“wahai Wabishah, apa yang mendorong kamu datang kesini untuk bertanya
kepadaku”? lalu Wabishah menjawab, “kabarkan kepadaku, wahai Rasulullah?” pinta
Wabishah. Rasul pun menjawab, “tentang konsep kebaikan dan dosa”. Wabishah
menjawab, “betul” lalu Rasulullah saw pun menggenggam jari-jari jemarinya dan
didekatkan ke dada Wabishah, dan berkata, “wahai Wabishah, mintalah fatwa
kepada hatimu, mintalah fatwa kepada dirimu. Kebaikan adalah apa yang hatimu
tenang dan jiwamu damai, sedangkan dosa adalah apa yang menjadikan jiwamu
resah, dadamu terasa sesak, sekalipun saya memberikan fatwa kepadamu ataupun
orang lain”.
Di antara Pelajaran yang bis
akita ambil dari kisah nyata ini adalah;
Pertama, apabila kita dihadapkan
pada beberapa pilihan, di mana kita sendiri memandangnya sebagai nilai antara
kebaikan dan keburukan. Maka sebagaimana arahan Rasulullah saw kepada Wabishah
bin Ma’bad RA adalah dengan meminta fatwa kepada hatimu. Meminta penjelasan dan
Keputusan kepada dirimu sendiri. Karena ia adalah amanah dan amanah akan
dimintakan pertanggungjawabannya.
Ada ilustrasi yang sederhana dan
cukup memberikan penjelasan tentang hati ini. Imam al Ghazali mengibaratkan
antara hati dan akal bagaikan raja dan perdana Menteri. Raja (hati) adalah
pemimpin yang memiliki kekuasaan muthlak, sementara perdana Menteri (akal)
adalah penasihat yang memberikan saran dan pandangan secara rasional saja.
Mengapa hati? Imam Nawawi al
Bantani dalam marah labid li kasyfi ma’aani quran al majid menjelaskan
bahwa hati adalah tempat bersemayam kebenaran.
Kedua, kebaikan akan menuntun
kepada ketenangan hati, kedamaian, kepuasan dan keridhaan. Apapun Keputusan
dari setiap pilihan, bila peranan ini sudah dilalui. Maka berikutnya adalah
ketenangan dan kedamaian. Adakah yang lebih tinggi di dunia ini dari hati yang
tenang dan damai?
Ketiga, dosa adalah sesuatu yang
dapat membuat dada kita terasa sesak, muncul rasa ketidakinginan untuk
diketahui oleh orang lain. Dalam suatu Riwayat disebutkan wa karihta an
yathali’a ‘alaihi an naas (rasa tidak suka karena terpaksa ihwalnya
diketahui oleh orang lain).
Jadi, dalam menentukan suatu
pilihan akan ada tiga alat utama yang difungsikan. Yaitu, hati, nilai kebaikan
dan keburukan.
Selamat memilih, setiap
pilihan adalah amanah dan setiap amanah akan dimintakan pertanggungjawabannya
dihadapan Allah swt.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar