Oleh: Abu Hasan Mubarok
Ketua Umum MUI
Penajam Paser Utara
Semua orang menghendaki
keselamatan, keberhasilan dan acap kali keberuntungan. Keberuntungan ini identik
dengan suatu ketetapan yang transenden, manusia sering kali tidak menyadari akan
apa yang terjadi, namun juga manusia diberikan kemampuan untuk memprediksi.
Salah satu yang diterangkan
sebagai tanda atau ciri orang yang beruntung tadi adalah di dalam surat al A’la
ayat 14-16. Berikut tanda-tanda orang yang beruntug dan penjelasannya.
Pertama, orang yang tazakka. Tazakka adalah bentuk fi’il (kata kerja) dengan mengikuti pola wazan tafa’ala. Pola ini bisanya memiliki tiga makna, yaitu; 1) takalluf, yaitu menjadikan pelaku suatu pekerjaan adalah identitasnya. 2) shoirurah, yaitu menjadikan suatu benda dengan sesuatu kerja. 3) muwafaqah shighah, yaitu penampakan akan fi’il infa’ala. Mengikuti pola tersebut. Maka kalimat tazakka, lebih bermakna pada at takalluf. Yaitu menjadikan karakter tertentu sebagai identitas si pelaku.
Kalimat tazakka
sendiri bila diterjemahkan memiliki arti orang yang mensucikan diri. Imam al
Qurthubi (w. 671 H) menjelaskan makna tazakka dalam tafsirnya. Menurutnya
kalimat tazakka memiliki beberapa makna di antaranya adalah;
mensucikan dirin dari kesyirikan dan mengisinya dengan keimanan, amal perbuatan
yang dikerjakan dengan tulus, amalan soleh, mengeluarkan zakat fitrah, zakat
pekerjaan yaitu dengan cara membersihkan amalan diri dari sikap riya dan
peremehan.
Kedua, berdzikir kepada Allah
swt. Tidak dipungkiri ibadah dzikir adalah ibadah yang paling mudah. Bahkan salah
satu lafaz dzikir yang mudah diucapkan namun bobot nilainya melebihi timbangan
amal di akhirat, yaitu lafaz subhanaAllah wabihamdihi, subhala Allahil ‘adzim.
Dua lafaz dzikir ini sebagaimana dituturkan oleh Rasulullah saw adalah ringan
di lidah, mendatangkan kecintaan ar Rahman, namun berat ditimbangan.
Ketiga, mengerjakan sholat. Terkait
ini, Abdullah bin Abbas RA menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah menjalankan
sholat lima waktu dan juga sholat-sholat sunnah. Terkait ini ada Riwayat dari
Marwan bin Mu’awiyah dari Abi Khaldah bahwa; Abu Khaldah masuk ke rumah Abu al ‘Aliyah
dan berkata, “bila esok hari kamu pergi menuju sola ied, maka ajak saya”. Lalu Abu
Aliyah pun mengajaknya dan berkata, “apakah kamu sudah makan sesuatu?” lalu
dijawab, “ya”. Lalu ditanya Kembali, “apakah disediakan air? Lalu dijawab, “ya”.
Lalu ditanya Kembali, “apa yang kamu lakukan dengan zakatmu?”. Lalu dijawab, “sudah
saya tunaikan” sesungguhnya saya menghendaki ini darimu.
Hal yang sama juga dilakukan oleh
Umar bin Abdul Aziz Ketika memerintahkan rakyatnya untuk mengeluarkan zakat
fitrah sembari membaca ayat qad aflaha man tazakka wadzakarasma rabbihi
fashalla.
Keempat, mementingkan kehidupan
akhirat daripada dunia. Sudah menjadi identitas umum bahwa orang-orang yang
beriman adalah lebih menghendaki kehidupan di akhirat daripada kehidupan dunia.
Abu Musa al ‘Asyari pernah meriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa, “barangsiapa
dijadikan urusan dunianya lebih dicintai daripada urusan akhiratnya, maka Allah
akan membuatnya sulit. Dan barangsiapa memilih akhiratnya daripada dunianya,
maka akan dipersulit urusan dunianya. Maka pilihlah yang kekal daripada yang
rusak atau binasa”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar