Selasa, 23 Januari 2024

4 Tanda Orang Beruntung

 Oleh: Abu Hasan Mubarok

Ketua Umum MUI Penajam Paser Utara

 

Semua orang menghendaki keselamatan, keberhasilan dan acap kali keberuntungan. Keberuntungan ini identik dengan suatu ketetapan yang transenden, manusia sering kali tidak menyadari akan apa yang terjadi, namun juga manusia diberikan kemampuan untuk memprediksi.

Di dalam al qur’an kata “beruntung” sering menjadi pilihan kata untuk menterjemahkan kata aflaha. Setidaknya ada 4 tempat penyebutan kalimat aflaha di dalam al qur’an. Kedelapan itu pada; Toha; 64, al Mukminun; 1, al A’la; 14, asy syams. Dari keempat tempat di atas, dua diantaranya adalah menggambarkan bagaimana karakteristik orang yang beruntung.

Salah satu yang diterangkan sebagai tanda atau ciri orang yang beruntung tadi adalah di dalam surat al A’la ayat 14-16. Berikut tanda-tanda orang yang beruntug dan penjelasannya.


Pertama, orang yang tazakka. Tazakka adalah bentuk fi’il (kata kerja) dengan mengikuti pola wazan tafa’ala. Pola ini bisanya memiliki tiga makna, yaitu; 1) takalluf, yaitu menjadikan pelaku suatu pekerjaan adalah identitasnya. 2) shoirurah, yaitu menjadikan suatu benda dengan sesuatu kerja. 3) muwafaqah shighah, yaitu penampakan akan fi’il infa’ala. Mengikuti pola tersebut. Maka kalimat tazakka, lebih bermakna pada at takalluf. Yaitu menjadikan karakter tertentu sebagai identitas si pelaku.

 

Kalimat tazakka sendiri bila diterjemahkan memiliki arti orang yang mensucikan diri. Imam al Qurthubi (w. 671 H) menjelaskan makna tazakka dalam tafsirnya. Menurutnya kalimat tazakka memiliki beberapa makna di antaranya adalah; mensucikan dirin dari kesyirikan dan mengisinya dengan keimanan, amal perbuatan yang dikerjakan dengan tulus, amalan soleh, mengeluarkan zakat fitrah, zakat pekerjaan yaitu dengan cara membersihkan amalan diri dari sikap riya dan peremehan.

 

Kedua, berdzikir kepada Allah swt. Tidak dipungkiri ibadah dzikir adalah ibadah yang paling mudah. Bahkan salah satu lafaz dzikir yang mudah diucapkan namun bobot nilainya melebihi timbangan amal di akhirat, yaitu lafaz subhanaAllah wabihamdihi, subhala Allahil ‘adzim. Dua lafaz dzikir ini sebagaimana dituturkan oleh Rasulullah saw adalah ringan di lidah, mendatangkan kecintaan ar Rahman, namun berat ditimbangan.

 

Ketiga, mengerjakan sholat. Terkait ini, Abdullah bin Abbas RA menyebutkan bahwa yang dimaksud adalah menjalankan sholat lima waktu dan juga sholat-sholat sunnah. Terkait ini ada Riwayat dari Marwan bin Mu’awiyah dari Abi Khaldah bahwa; Abu Khaldah masuk ke rumah Abu al ‘Aliyah dan berkata, “bila esok hari kamu pergi menuju sola ied, maka ajak saya”. Lalu Abu Aliyah pun mengajaknya dan berkata, “apakah kamu sudah makan sesuatu?” lalu dijawab, “ya”. Lalu ditanya Kembali, “apakah disediakan air? Lalu dijawab, “ya”. Lalu ditanya Kembali, “apa yang kamu lakukan dengan zakatmu?”. Lalu dijawab, “sudah saya tunaikan” sesungguhnya saya menghendaki ini darimu.

 

Hal yang sama juga dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz Ketika memerintahkan rakyatnya untuk mengeluarkan zakat fitrah sembari membaca ayat qad aflaha man tazakka wadzakarasma rabbihi fashalla.

 

Keempat, mementingkan kehidupan akhirat daripada dunia. Sudah menjadi identitas umum bahwa orang-orang yang beriman adalah lebih menghendaki kehidupan di akhirat daripada kehidupan dunia. Abu Musa al ‘Asyari pernah meriwayatkan dari Rasulullah saw bahwa, “barangsiapa dijadikan urusan dunianya lebih dicintai daripada urusan akhiratnya, maka Allah akan membuatnya sulit. Dan barangsiapa memilih akhiratnya daripada dunianya, maka akan dipersulit urusan dunianya. Maka pilihlah yang kekal daripada yang rusak atau binasa”.

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar