Peta Dakwah
MUI, Seperti Apa?
Oleh: Rakhmad Zailani Kiki
REPUBLIKA.CO.ID,
JAKARTA -- Tujuan
dakwah secara umum adalah mengubah perilaku sasaran dakwah agar mau menerima
ajaran Islam dan mengamalkannya dalam dataran kenyataan kehidupan sehari-hari,
baik yang bersangkutan dengan masalah pribadi, keluarga, maupun sosial
kemasyarakatannya, agar terdapat kehidupan yang penuh dengan keberkahan samawi
dan keberkahan ardhi ( QS al-A'raf: 96) mendapat kebaikan dunia ataupun
akhirat.
Penataan
dakwah secara personal, menjadi bagian yang sering diakhirkan dalam pembahasan
dakwah. Layaknya bangunan, ketika salah satu komponen bangunan itu tidak
terkondisikan dengan baik, boleh jadi rusaklah bangunan tersebut. Proyeksi
kader dakwah secara tepat berdasarkan kompetensi menjadi bagian darinya. Penataan
dakwah secara personal ini akan menghasilkan sebuah kapasitas dan keikhlasan
dalam ber-'amal jama'i yang dinamis.
Dengan
ber-'amal jama'i, menjadi kokohlah bangunan dakwah. Namun demikian, agar dakwah
bisa dilakukan dengan secara efesien, efektif, dan sesuai dengan kebutuhan,
sudah waktunya dibuat dan disusun stratifikasi sasaran dalam sebuah peta
dakwah. Menurut MUI (Majelis Ulama Indonesia), peta dakwah adalah informasi
yang lengkap mengenai kondisi objektif unsur ataupun komponen dari sistem
dakwah baik raw (materi dakwah), input, konversi, output, feedback, maupun
environmental.
ADVERTISEMENT
KH Ahmad Zubadi, MA, Wakil Sekretaris Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia,
menyatakan, bagi ormas dan lembaga-lembaga yang bergerak dalam dakwah Islam
sangat penting untuk memiliki peta dakwah saat ini, tidak terkecuali MUI
(Majelis Ulama Indonesia). Pernyataan ini dia sampaikan pada sebuah acara Focus
Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan oleh Komisi Dakwah MUI Provinsi DKI
Jakarta (Rabu, 25/11/2015). Dengan adanya peta dakwah ini diharapkan
penyelenggaraan dakwah menjadi lebih terkoordinasi antara para dai (muballigh)
yang satu dengan yang lain sehingga tidak terjadi tumpang tindih (overlapping)
dakwah yang tidak diperlukan. Selain itu, dakwah Islamiyah dapat dilaksanakan
lebih tepat sasaran berdasarkan data yang terukur, akurat, dan lengkap sesuai
dengan kondisi di lapangan. Peta dakwah juga memudahkan kepada seluruh
stakeholder dakwah untuk menemukan obyek, target, dan metode yang digunakan
sehingga dakwah dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
Peta
dakwah yang dimiliki oleh MUI Pusat merupakan peta dakwah digital. Peta ini
merupakan aplikasi berbasis website yang dientri oleh seluruh kantor MUI di
provinsi, kabupaten, dan kecamatan.
Data-data
yang dimasukkan meliputi unsur-unsur potensi dan obyek dakwah, diantaranya
adalah: (1) alamat seluruh kantor MUI se-Indonesia dengan memberikan kode
kewilayahan; (2) jumlah ulama, kyai, ustaz, dan muballigh/dai; (3) jumlah umat
Islam; (4) jumlah pondok pesantren; (5) jumlah dan alamat Ormas Islam; (6)
potensi ZISWAF; (7) jumlah muzaki; (8) jumlah mustahik; (9) jumlah kelompok
paham bermasalah dan identifikasi terkait; (10) jumlah kelompok umat rawan
konflik, dan lain-lain.
Seluruh
data yang tersaji pada peta dakwah ini harus dihubungkan dengan Geographic
Information System (GIS) melalui Google Map atau Peta Nasional sesuai dengan
letak koordinatnya. Keterhubungan aplikasi dengan GIS akan memudahkan MUI
membuat program-program prioritas dengan asumsi-asumsi yang terukur dan
manageble. Di dalam peta dakwah MUI Pusat ini terdapat beberapa master dakwah,
yaitu: pertama, master data kabupaten/kota yang digunakan untuk menginput dan
mengelola data-data kabupaten/kota se-Indonesia; kedua, master data kecamatan
yang digunakan untuk menginput dan mengelolah data-data kecamatan se-Indonesia;
ketiga, master data Kantor MUI yang digunakan untuk menginput dan mengelolah
data-data kantor MUI se-Indonesia.
Keempat,
master data keumatan yang berupa modul untuk digunakan dalam menginput
data-data keumatan yang meliputi: identitas kantor MUI, jumlah dai, jumlah umat
islam, jumlah pesantren/madrasah dan jumlah tempat ibadah baik internal ataupun
eksternal; master data organisasi atau kelompok keagamaan yang berupa modul
untuk digunakan dalam menginput data-data paham keagamaan yang meliputi: nama
organisasi/kelompok keagamaan, paham, nama pemimpin, alamat/lokasi jumlah
pengikut dan koordinat lokasi yang berbasis GIS.
Kelima,
master data problem keagamaan yang berupa modul untuk digunakan dalam menginput
data-data problem-problem keagamaan yang terjadi di masyarakat baik internal
maupun eksternal dan koordinat lokasi yang berbasis GIS; dankeenam, master data
galeri halal yang berupamodul untuk digunakan dalam menginput data-data galeri
halal (restauran, rumah makan, hotel) yang meliputi: nama, nomor sertifikat,
alamat atau lokasi dan koordinat lokasi yang berbasis GIS.
Peta
dakwah MUI telah diluncurkan oleh Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI
Pusat dengan nama peta dan aplikasi dakwah pada September 2016 yang lalu. Dalam
peluncuran ini, KH M CholilNafis, Lc Ph D, selaku Ketua Komisi Dakwah dan
Pengembangan Masyarakat MUI Pusat menjelaskan, program percontohan peta dakwah
ini sudah dibuat di lima kota di Provinsi DKI Jakarta kecuali Kepulauan Seribu.
MUI berharap pada 2020, peta dakwah se-Indonesia bisa selesai.
Untuk
melengkapi pengadaan peta dakwah digital berbasis GIS ini sampai mencakup
Kabupaten Kepulauan Seribu, Komisi Dakwah MUI Provinsi DKI Jakarta turut
berperan serta membantu Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI Pusat.
Pada bulan Oktober 2016, Komisi Dakwah MUI Provinsi DKI Jakarta menerjunkan
timnya dalam melakukan kegiatan pemetaan dakwah di beberapapulau di Kabupaten
Seribu.
Menurut
Ketua Komisi Dakwah, KH Zarkasih Saiman, MUI Provinsi DKI Jakarta sangat
berkepentingan memiliki peta dakwah berbasis GIS ini disebabkan problematika
dakwah di Jakarta yang sangat kompleks memerlukan data yang akurat agar
pelaksanaan dakwah dapat berjalan sukses.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar