Foto bersama Ketua MUI PPU, Pengurus Masjid Asyurthah Polres PPU. H. Muhadi. M.H dan Pak Guru Hasan. Jumat, 31 Desember 2021.
Isi khutbah bisa dibuka di file postingan kemarin ttg Pesan sang kekasih kepada kekasihnya.
Foto bersama Ketua MUI PPU, Pengurus Masjid Asyurthah Polres PPU. H. Muhadi. M.H dan Pak Guru Hasan. Jumat, 31 Desember 2021.
Isi khutbah bisa dibuka di file postingan kemarin ttg Pesan sang kekasih kepada kekasihnya.
Abu Hasan Mubarok, Gr. S.SI
Ketua Umum MUI Kab. PPU
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام علي رسول الآمين وعلى آله وصحبه أجمعين، وبعد
Persahabatan antara Rasulullah saw dengan Abu Bakar sudah terjalin sejak masa muda mereka. Abu Bakar as memiliki kecenderungan kuat terhadap ajaran yang lurus (baca: hanif), memiliki pandangan dan akal yang jujur dan benar. Rasulullah saw sudah menjadi pedagang sejak usia 12 tahun dan Abu Bakar juga berprofesi sebagai pedangan. Keduanya sama-sama suka bepergian dan tentu saling mengenal.
Allah swt kemudian membuka mata hati Abu Bakar ketika kerasulan Muhammad
saw sudah terjadi. Dr. Ali Muhammad Muhammad Shalabi dalam Abu Bakar as
Shidiq; syakhshiyatuhu wa ‘ashruru mengkisahkan bagaimana
awal mula keislaman Abu Bakar. Suatu ketika dia sedang duduk-duduk di halaman
ka’bah, dan dilihatya Zaid bin Amar bin Nufail pun sedang duduk. Tiba-tiba
datang Ibnu Abi Shalat dan berkata, “Bagaimana harimu wahai pecinta kebaikan?”
lalu Abu Bakar menjawab, “baik”. Lalu Abi Shalati berkata lagi, “Apakah Anda
sudah menemukan “kebaikan” itu?”. Abu Bakar menjawab, “Belum”. Kemudian dia
bersenandung’
كل دين يوم القيامة
إلا ما مضى فى الحنفية بُوْرُ
Artinya: setiap agama pada hari kiamat akan ditinggalkan, kecuali
ajaran yang lurus
Singkat kisah, Abu Bakar akhirnya masuk ke dalam ajaran agama yang
lurus ini, Islam. Dan dalam catatan sejarah perjalanan Rasulullah saw dan
perjuangan Islam, peranan Abu Bakar ra selalu ada di setiap sisi baginda
Rasulullah saw dan umat Islam. Bahkan al qur’an membahasakan dengan istilah
إِلَّا تَنْصُرُوهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللَّهُ إِذْ
أَخْرَجَهُ الَّذِينَ كَفَرُوا ثَانِيَ اثْنَيْنِ إِذْ هُمَا فِي الْغَارِ
إِذْ يَقُولُ لِصَاحِبِهِ لَا تَحْزَنْ إِنَّ اللَّهَ مَعَنَا ۖ
فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَيْهِ وَأَيَّدَهُ بِجُنُودٍ لَمْ
تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِينَ كَفَرُوا السُّفْلَىٰ ۗ وَكَلِمَةُ اللَّهِ هِيَ
الْعُلْيَا ۗ وَاللَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
Jikalau kamu
tidak menolongnya (Muhammad) maka sesungguhnya Allah telah
menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya
(dari Mekah) sedang dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada
dalam gua, di waktu dia berkata kepada temannya: "Janganlah kamu berduka
cita, sesungguhnya Allah beserta kita". Maka Allah menurunkan
keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak
melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir itulah yang rendah. Dan
kalimat Allah itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.
Jadi bisa dikatakan, bahwa antara Rasulullah saw dengan Abu Bakar
adalah antara kekasih dengan kekasihnya. Di antara pelajaran yang bisa kita ambil
dari perjalanan Abu Bakar as shiddiq ra ini aalah suatu ketika Abu Bakar as
Sidiq RA meminta suatu pengajaran agar dengan pengjaran ini, ia selalu
terlindungi dan mendapatkan pertolongan dari Allah swt. Kemudian Rasulullah saw
memberikan arahannya agar membaca seuatu di setiap pagi dan sore hari.
Kisah ini dituturkan oleh Imam Abu Daud (w. 275 H) dan Tirmidzi (w.
279 H) dari Musaddad dari Hasyim dari Ya’la bin ‘Atha dari Amar bin ‘Ashim dari
Abu Hurairah RA sesunguhnya;
حدثنا مسدد حدثنا هشيم عن يعلى بن عطاء عن عمرو بن عاصم
عن أبي هريرة : أن أبا بكر الصديق رضي الله عنه قال: (يا رسول الله! مرني بكلمات
أقولهن إذا أصبحت وإذا أمسيت، قال: قل: اللهم
فاطر السماوات والأرض عالم الغيب والشهادة رب كل شيء ومليكه، أشهد أن لا إله إلا
أنت، أعوذ بك من شر نفسي وشر الشيطان وشركه، قال: قلها إذا أصبحت وإذا أمسيت وإذا أخذت مضجعك
Artinya: Abu Bakar as Shiddiq ra berkata, “wahai Rasulullah! Perintahkan
kepadaku dengan kalimat (perintah) di mana dengannya saya akan bacan itu di
waktu pagi dan waktu petang”. Lalu Rasulullah pun berkata, “katakanlah:
Allahumma fathirassamawati wal ‘ardh, ‘aalimul ghaib wasyahadah rabbi kulli
syain wa maliikah, asyhadu an laailaaha illa anta, audzubika min syarri nafsi
wa syarri syaithani wa syirkih”. Bacalah itu di waktu pagi dan petang serta menjelang
tidur.
Hadits ini juga dinukil oleh Imam Abu Zakariya an Nawawi (w. 768 H)
dalam riyadhussalihin dengan derajat hadits hasah sahih.
Kita tahu begitu dekat hubungan dan interaksi Abu Bakar as shidiq
RA dengan baginda Rasulullah saw. Dalam akal pikiran kita, tentu dekat dengan
kekasih Allah, kita akan selalu mendapatkan apa yagn didapat oleh kekasih Allah
tersebut, bahkan beliau baginda Rasulullah saw adalah bukan hanya kekasih Allah,
namun nabi dan rasul pilihan-Nya. Sudah barang tentu, apa yang didapat oleh
baginda akan pula didapat oleh sahabat dekatnya.
Namun, Abu Bakar as Shiddiq RA hendak memberikan suatu pelajaran
kepada kita Bersama, bahawa:
1.
Kedekatan
kita dengan seseorang tidak serta merta membuat kita sama kedudukan dan
kemuliaan dengan seseorang tersebut. Meskipun teori ini, sering kali terdapat
pengecualian.
2.
Manusia
manapun akan dan tidak luput dari ujian Allah swt. Di antara ujian itu berupa kejahatan-kejahatan.
Manusia mana yagn tidak pernah berbuat jahat? Dan tidak selamanya iblis berbuat
jahat. Meski setelah peristiwa pengusiran itu kondisi berubah.
3.
Sumber
kejahatan ada 2, yaitu; 1) dari manusia itu sendiri, 2) dari syaitan dan sekutunya.
4.
Kejahatan
yang bersumber dari manusia disebakan karena banyak factor. Tentu, takdir Allah
telah menentukan itu. Namun, juga Allah telah menentukan penangkalnya. Asy Syaikh
al ‘Allamah Muhammad Arsyad al Banjari dalam sabilal muhtadin menyebutkan
bahwa manusia diberi oleh Allah swt dengan 4 potensi, yaitu;
1)
Quwwah
nathiqiyah (kekuatan akal pikiran)
2)
Quwwah
ghadabiyah (kekuatan marah/emosi)
3)
Quwwah
syahwatiyah bathiniyah (kekuatan dalam diri memenuhi kebutuhan)
4)
Quwwah
syahwatiyah farjiyah (kekuatan berketurunan)
5. Tinjauan aspek kebahasaan.
a.
Makna
التعوذ at ta’awwudz, artinya perlindungan. Ta’awudz
merupakan bentuk penyandaran jiwa kepada sang pemiliknya. Segala amal perbuatan
kita adalah bentuk ekspresi dari diri dan jiwa kita. Dan ekspresi itu kadang
bisa bermakna ganda, yaitu; jujur karena mengharap ridha Allah dan jujur karena
mengharap pendangan manusia.
Ingat konsep 5 ciri pendusta agama yagn
dijelaskan Allah di dalam surat al ma’un. Di antaranya adalah alladzina hum
yuraaun, yaitu orang-oragn yang ingin dilihat.
Ekspresi manusia itu bersifat rahasia,
dan yang tahu hanya dirinya dan Allah swt. Oleh karena itu, agar amalan yagn
kita lakukan tidak sampai hilang dengan kesadaran kita (tehanyut), hilang tanpa
kita sadari, atau hangus atau terbengkalai dan lain-lain. Maka kita diminta
berlindung kepada sang pemilik diri, yaitu Allah swt.
Juga, sangat bisa jadi. Dalam pengalaman
itu, ternyata kita tidak sempurna dalam pengerjaannya. Mohon maaf, pekerja
bangunan, yang mengerjakan bangunan asal-asalan, ada atau tidak? Pegawai yagn
bekerja di kantor dan sudah mendapatkan haknya untuk mengurusi sesuatu pekerjaan,
namun tetap meminta imbalan atas pekerjaannya itu kepada orang lain? … jawabannya
ada. Prinsip asal-asalan adalah rumus syaitan dalam menggoda manusia, agar
amalan yagn dikerjakannya tidak sempurna dan akibatknya sahuun dalam beramal.
b.
Makna
الشر asy syarrun. Adalah
berarti segala jenis kejahatan dengan segala bentuknya itu disebut syarrun. Di dalam
Bahasa arab bentuk kalimat keburukan memiliki banyak model, seperti;
سُوء، فَسَاد، إِسَاءَة، أَذَى،
بَائِقَة، مُصِيبَة، بَاطِل، ضَلاَل، كَذِب، شُؤْم، نَحْس، أَذَى
Ibnu Faris menjelaskan makna asy syarr ini. Bahwa menurutnya asy
syarr menurut Bahasa terdiri dari huruf syin dan ra, di mana artinya adalah
penyebaran dan (berpandangan) kesialan. Orang yang selalu berpandangan “belum
apa-apa” sudah menilainya “sial” duluan. Itu benih-benih kejahatan. Ini adalah
penyakit. Rasulullah saw menyebutnya الهم.
Adalah suatu sikap takut sebelum melakukan sesuatu. Makanya beliau ajarkan
kepada sahabatnya yang “lari” dari kejaran hutang dan menginap dan “bersemedi”
di dalam masjid.
c.
Makna
النفس
an nafs, artinya jiwa. Ibnu al Faris menyebut an nafs terdiri dari tiga huruf
yaitu nun, fa dan sin. Arti secara Bahasa adalah keluarnya angin yang lembut
dari sesuatu. Di dalam penggunaannya, kata an nafs dipakai pada 2 hal,
yaitu; 1) ar ruuh dan 2) al jasad.
Ilmu tentang an nafs ini memang
bervariasi dalam pembagian dan penjelasannya, hal ini tergantung pada apa,
siapa dan dimensi keilmuwan apa yagn dikuasi oleh seseorang. Namun, di dalam kajian
al qur’an. Nafsu ini secara umum terbagi menjadi 3, yaitu;
a.
Nafsu
al ammarah, kecenderungan untuk mengikuti hawa nafsu. Surat Yusuf ayat 53 menjadi
teladan dalam hal ini.
b.
Nafsu
al lawwamah, perjalanan manusia di dalam surat al qiyamah. Adalah nafsu yang
kecenderungannya pada berbuat buruk. Meskipun kadang ada pertentangan dengan
dirinya untuk berbuat baik.
Imam al Aluusi (w. 1270 H) dalam ruuh
al ma’ani menjelaskan bahwa seringkali nafsu lawwamah ini disebut juga dnegan
nafsu al muttaqiyyah. Yaitu nafsu yang menghendaki ketaatan kepada Allah, namun
akhirnya dia lebih memilih untuk berbuat jahat atau melanggar.
Rasulullah saw bersabda:
لَيْسَ مِن نَفْسٍ بَرَّةٍ ولا فاجِرَةٍ إلّا وتَلُومُ نَفْسَها
يَوْمَ القِيامَةِ إنْ عَمِلَتْ خَيْرًا قالَتْ كَيْفَ لَمْ أزِدْ مِنهُ، وإنْ
عَمِلَتْ شَرًّا قالَتْ لَيْتَنِي قَصَّرْتُ .
Artinya: tidak ada nafsu barrah
(baik) dan buruk kecuali pada hari kiamat di akan mencela atau menyalahkan
dirinya dengan berkata apabila nafsunya berbuat baik. Maka mengapa ia tidak
menambahi perbuatan baik itu dan apabila nafsunya melanggar, maka ia berkata,
mengapa ia melakukan hal itu.
Kata kunci petunjuk pengalahan nafsu
lawwamah ini adalah di dalam surat al qiyamah. Di antaranya; 1) kesadaran akan penghisaban,
2) hidupkan diri dengan al qur’an, 3) banyak mengingat akan kematian.
c.
Nafsu
al muthmainnah, sebagaimana disebutkan dalam surat al fajr.
d.
Makna
الشيطان artinya para ulama melihat lafaz syaitan
terdiri dari 2 pendapat, yaitu;
1)
Huruf
nun adalah huruf asli, maka artinya al bu’du atau jauh.
2)
Huruf
nun adalah tamabahan, maka artinya ihtaraq atau terbakar.
Syaitan itu adalah iblis itu
sendiri. Sebagaimana kisah dialog antar makhluq Allah ketika penobatan Nabi
Adam as.
6.
Pelajaran
secara umum, di antaranya:
a.
Petunjuk
untuk selalu memohon perlindungan kepada Allah swt
b.
Perhatian
kepada 2 waktu, yaitu waktu pagi dan waktu petang dan sebelum tidur.
c.
Bacaan
khusus yang telah diajarkan kepada Abu Bakar as Shiddiq RA
d.
Seorang
sahabat harus memberikan pesan dan arahan yang baik kepada sahabatnya yang
lain.
e.
Sahabat
adalah menunjukan kepada jalan kebaikan. Di dalam pepatah arab disebutkan
صديقك من صَدَقَكَ لا من صدّقك
Temanmu adalah orang yang jujur
kepadamu, dan bukan orang yang membenarkan (segala tindakan) mu.
f.
Bacaan
tertentu pada kondisi tertentu.
g.
Bacaan
yang diajarkan Rasulullah saw itu ringan-ringan dan jelas tujuannya
h.
Harus
selalu waspada dan jangan lengah, bahwa kejahatan itu bisa berasal dari dalam
diri kita dan juga bisa melalui syaitan atau iblis atau rekan-rekannya.
i.
Rekan
iblis ini bisa dalam bentuk golongan yagn sama dengan mereka, atau golongan
manusia.
j.
Ingat
kisah sahabat Tsabiq bin Qais RA dengan turunnya surat al Hujurat. Baca tafsir nadzmu
ad durari susunan al Imam al Baqa’i asy Syafi’I (w. 885 H)
Saya hadiahkan maqalah ini apabila mengandung kebaikan dan pelajaran
untuk ayahanda tercinta KH. Munawar al Badri dan juga kakek nenek dari jalunya,
Kyai Badri, Mbok Tohiroh (Mbok Sarwen) anak, putu, buyut lan sapiturute….. al
fatihah
H. Surasedana dan semua keturunannya anak, cucu, cicit, canggah,
wareng, udeg-udeg dan sapiturute…. al fatihah
Semua guru dan masyarakat umate kanjeng Nabi Muhammad saw al
fatihah….
Mohon keikhlasan doa, al fatihah….
وصل اللهم على سيدنا محمد وعلى آله وأصحابه الأكرمين أجميعن وعنا معهم برحمتك يا أرحم الراحمين
link tulisan versi pdf.
https://drive.google.com/file/d/1YdFO40UYk_dZ6Dov3A7_Zl6LPuVa6Pwm/view?usp=sharing